SUDUTPANDANG. Bayangkan sebuah asisten digital yang tak hanya menuruti
instruksi Anda, tapi juga bisa berpikir sendiri, menyusun strategi, dan
menyelesaikan tugas tanpa perlu diingatkan. Kedengarannya seperti adegan film
fiksi ilmiah? Bukan lagi. Kita sedang benar-benar menuju ke sana era baru
kecerdasan buatan yang disebut Agentic AI.
Ini bukan lagi tentang “otomatisasi” seperti yang biasa kita
dengar. Agentic AI adalah lompatan besar yang membuat AI bisa bersikap seperti
"agen" mandiri, yang punya inisiatif, pemahaman konteks, dan
kemampuan untuk membuat keputusan tanpa perlu campur tangan manusia
terus-menerus. Menarik, bukan?
Dari Sekadar Eksekutor Jadi Si Pengambil Keputusan
Dulu, kita mengenal AI sebagai alat bantu. Anda perintahkan,
ia kerjakan. Selesai. Namun sekarang, peran AI mulai bergeser. Sistem ini tak
lagi hanya menunggu perintah, tapi bisa mengambil alih tanggung jawab menyusun
langkah-langkah sendiri untuk menyelesaikan suatu misi.
Misalnya, Anda ingin menganalisis tren pasar dan menyusun
laporan. AI biasa akan membantu mencari data. Tapi agentic AI bisa lebih dari
itu, ia akan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, menyusun struktur
laporan, memilih visualisasi yang sesuai, bahkan memberi rekomendasi
berdasarkan hasil analisis. Semuanya dijalankan secara otomatis, berdasarkan
pemahamannya terhadap konteks dan tujuan.
Inilah mengapa istilah "agentic" digunakan. Kata
ini berasal dari kata "agent", yang merujuk pada entitas yang mampu
mengambil tindakan secara independen. AI jenis ini berperan layaknya asisten
strategis, bukan sekadar operator.
Mengapa Agentic AI Muncul Sekarang?
Kemunculan agentic AI tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor yang jadi pendorong utamanya:
- Perkembangan besar dalam generative AI—Teknologi seperti GPT (Generative Pre-trained Transformer) kini memungkinkan AI memahami bahasa manusia dengan sangat baik, bahkan bisa menyusun kalimat atau rencana seperti layaknya manusia.
- Data yang melimpah dan terkoneksi—Semakin banyak data yang bisa diakses AI, semakin luas pula pemahamannya terhadap dunia nyata.
- Tuntutan efisiensi bisnis dan operasional—Organisasi di seluruh dunia mulai mencari cara untuk memotong biaya dan mempercepat proses tanpa mengorbankan akurasi atau kualitas.
- Infrastruktur komputasi yang makin kuat—Kehadiran cloud computing dan perangkat keras khusus untuk AI (seperti GPU dan TPU) memungkinkan sistem berjalan lebih cepat dan efisien.
Semua hal ini bersatu padu menciptakan kondisi ideal bagi
agentic AI untuk berkembang.
Manfaat yang Ditawarkan, Dari Kantor hingga Kehidupan Sehari-hari
Lantas, apa saja yang bisa ditawarkan agentic AI? Ternyata, cukup banyak.
- Automasi tingkat lanjut: Tidak lagi sekadar tugas-tugas rutin, tetapi juga proses kompleks seperti perencanaan proyek, pengambilan keputusan, bahkan eksekusi strategi.
- Penghematan waktu dan biaya: Karena AI dapat bekerja tanpa henti dan tak butuh supervisi terus-menerus, proses bisnis bisa lebih efisien.
- Fleksibilitas tinggi: Agentic AI mampu beradaptasi terhadap perubahan situasi atau data terbaru, lalu menyesuaikan langkah-langkahnya secara real-time.
- Skalabilitas: Mau melibatkan 10 atau 1.000 proses sekaligus? Tidak masalah. Agentic AI mampu menangani semuanya secara paralel.
Contoh aplikasinya pun sudah mulai bermunculan: dari sistem
manajemen proyek pintar, chatbot layanan pelanggan yang benar-benar bisa
menyelesaikan masalah tanpa dialihkan ke manusia, hingga AI yang membantu dalam
penelitian ilmiah dengan menyaring dan merangkum ribuan jurnal secara mandiri.
Tapi, Ada Tantangannya Juga
Meski terdengar seperti solusi ajaib, agentic AI juga
menyimpan berbagai tantangan. Bahkan, bisa dibilang semakin pintar AI, semakin
besar pula risiko dan kompleksitas yang dibawanya.
Beberapa perhatian utama:
- Etika dan kontrol: Jika AI bisa bertindak sendiri, siapa yang bertanggung jawab atas dampak keputusannya? Apakah pengembang, pengguna, atau perusahaan?
- Keamanan sistem: Semakin otonom sebuah AI, semakin rentan terhadap serangan atau eksploitasi. Bayangkan jika AI disusupi dan malah menjalankan aksi berbahaya.
- Kualitas data: AI hanya secerdas data yang dimilikinya. Jika data salah atau bias, keputusan AI pun bisa menyesatkan.
- Ketergantungan manusia: Ada kekhawatiran bahwa manusia bisa menjadi terlalu bergantung pada AI, hingga kehilangan naluri analitis atau kemampuan pengambilan keputusan secara mandiri.
Itulah sebabnya, selain membangun teknologi ini, penting
juga untuk menyusun regulasi, etika penggunaan, dan sistem audit yang
transparan.
Bagaimana Posisi Indonesia?
Sebagai negara dengan populasi besar dan pertumbuhan ekonomi
digital yang cukup pesat, Indonesia memiliki peluang besar untuk ikut dalam
gelombang teknologi ini. Namun, perlu upaya serius agar kita tak hanya jadi
pengguna, melainkan juga kontributor aktif.
Pemerintah sudah mulai memperhatikan aspek regulasi dan
dampak sosial dari AI. Kementerian terkait juga mendorong kolaborasi antara
sektor pendidikan, industri, dan riset untuk mengembangkan ekosistem AI yang
sehat dan inklusif. Tantangannya kini ada pada implementasi dan kesiapan
SDM-nya.
Masa Depan Sedang Dibentuk Hari Ini
Agentic AI adalah salah satu tonggak revolusi teknologi
paling penting dalam satu dekade terakhir. Dari sistem yang hanya mengikuti
perintah, kini AI bertransformasi menjadi "makhluk digital" yang bisa
mengatur dirinya sendiri dalam mencapai tujuan yang diberikan.
Namun sebagaimana semua teknologi hebat lainnya, kunci
kesuksesan agentic AI bukan hanya pada kecerdasannya, tetapi pada bagaimana
kita, manusia, mengarahkan dan mengelolanya.
Apakah kita akan menjadikannya alat bantu yang bijak, atau
justru membiarkannya berjalan tanpa kendali? Jawabannya ada di tangan kita hari
ini, bukan besok.

