SUDUTPANDANG. Bayangkan sedang menikmati langit malam, lalu terlihat
secercah cahaya bergerak cepat seperti bintang jatuh. Sekilas indah, tapi
tahukah Anda bahwa mungkin saja itu bukan meteor, melainkan satelit Starlink
yang sedang “pulang” ke Bumi?
Fenomena ini bukan fiksi ilmiah. Saat ini, dunia menyaksikan
rata-rata 1 hingga 2 satelit Starlink yang masuk kembali ke atmosfer setiap
harinya. Jumlah yang mengejutkan ini memunculkan banyak pertanyaan, apakah
aman? Apakah berdampak pada lingkungan? Dan mengapa ini terjadi?
Mari kita bedah fenomena luar angkasa ini lebih dalam dengan
cara yang ringan namun tetap sarat informasi.
Kenapa Satelit Starlink Bisa “Jatuh”?
Pertama-tama, perlu diluruskan: satelit-satelit ini tidak benar-benar “jatuh” secara tidak terkendali seperti dalam film bencana. Prosesnya disebut deorbit, yaitu saat satelit secara sengaja diarahkan kembali ke Bumi setelah masa tugasnya selesai.
- Usia Satelit yang Sudah Lewat Masa Pakai
Starlink, proyek ambisius milik Elon Musk lewat SpaceX, telah meluncurkan ribuan satelit ke orbit rendah (LEO) untuk membangun jaringan internet global. Namun, seperti perangkat teknologi lainnya, satelit pun punya umur pakai. Ketika sistem internalnya mulai melemah atau teknologinya tertinggal, satelit-satelit ini akan dipensiunkan alias dijatuhkan ke atmosfer agar terbakar dan tak menjadi sampah antariksa. - Aktivitas Matahari yang Sedang “Naik Daun”
Faktor alam juga ikut mempercepat proses ini. Saat Matahari mengalami peningkatan aktivitas, seperti badai matahari atau lontaran massa korona, atmosfer bagian atas Bumi memanas dan mengembang. Akibatnya, hambatan udara meningkat dan satelit yang mengorbit di ketinggian rendah perlahan kehilangan ketinggian. Ini seperti pesawat kertas yang terus melambat karena angin.
Apakah Aman Jika Satelit Terbakar di Atmosfer?
Secara umum, ya. Satelit Starlink dirancang agar hancur
total saat memasuki atmosfer, sehingga kecil kemungkinan ada puing yang jatuh
ke permukaan Bumi. Bahkan SpaceX mengklaim bahwa 100% komponennya terbakar
habis.
Namun, bukan berarti tanpa risiko atau dampak.
Dampak Lingkungan, Apakah Langit Kita Masih Aman?
Para ilmuwan mulai mengangkat kekhawatiran tentang jejak kimia yang ditinggalkan oleh pembakaran satelit.
- Polusi Aluminium di Atmosfer Atas
Satelit yang terbakar melepaskan partikel aluminium oksida ke stratosfer. Zat ini dapat mengganggu komposisi kimiawi atmosfer, termasuk potensi kerusakan terhadap lapisan ozon. Walau skalanya masih diperdebatkan, namun dengan jumlah satelit yang makin banyak, ini jadi alarm dini bagi peneliti lingkungan luar angkasa. - Potensi Kecelakaan Orbit
Meski proses deorbit terkontrol, satelit-satelit yang tidak berfungsi bisa kehilangan arah dan menciptakan risiko tabrakan di ruang angkasa. Bahkan, reaksi berantai seperti "Kessler Syndrome" di mana satu tabrakan bisa memicu banyak pecahan lain dan menghancurkan satelit lainnya masih jadi skenario yang dikhawatirkan.
Langkah Mitigasi, Apa yang Bisa Dilakukan?
SpaceX sendiri sudah melakukan sejumlah langkah pencegahan. Di antaranya:
- Desain Satelit yang Ramah Reentry
Generasi baru satelit Starlink dibuat lebih ringan dan dapat terbakar lebih sempurna saat kembali ke Bumi. - Pemantauan Badai Matahari dan Perubahan Atmosfer
Dengan menggabungkan data dari NASA dan lembaga cuaca luar angkasa lainnya, SpaceX dan perusahaan sejenis bisa mengatur waktu deorbit agar aman. - Pemeliharaan Lalu Lintas Orbit
Koordinasi global melalui badan seperti United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA) menjadi penting untuk mengatur "lalu lintas" luar angkasa.
Fenomena Visual, Langit yang Tak Lagi Sepi
Jika kamu pernah melihat cahaya seperti meteor bergerak
lurus dan terang di langit malam, bisa jadi itu bukan bintang jatuh, tapi
satelit Starlink yang sedang terbakar. Pemandangan ini indah dan menimbulkan
rasa kagum, namun sebenarnya itu adalah bagian dari “kemacetan” orbit Bumi yang
tak kasat mata.
Dengan lebih dari 5.000 satelit aktif dan ribuan lainnya
menunggu giliran pensiun, reentry menjadi pemandangan yang makin sering
terjadi. Para astronom bahkan mengkhawatirkan cahaya dari konstelasi satelit
bisa mengganggu pengamatan bintang dan fenomena luar angkasa lainnya.
Menuju Langit yang Cerdas dan Bersih
Kita hidup di zaman luar angkasa yang makin dinamis.
Internet dari satelit membuat koneksi global jadi lebih merata, namun juga
membawa tantangan baru bagi lingkungan dan keselamatan orbit Bumi.
Fenomena 1–2 satelit “jatuh” per hari bisa saja terdengar
mengkhawatirkan. Tapi justru ini mencerminkan bagaimana manusia mulai mengelola
antariksa dengan lebih sadar, daripada membiarkan satelit usang jadi “sampah
mengambang” tak bertuan.
Seiring makin banyaknya aktor dan satelit di luar angkasa,
penting bagi dunia untuk menyusun etika dan regulasi kosmik. Kita mungkin belum
bisa membangun koloni di Mars, tapi menjaga langit Bumi tetap aman dan bersih
adalah langkah pertama menuju masa depan antariksa yang berkelanjutan.