SUDUTPANDANG. Industri semikonduktor kembali diguncang kebijakan terbaru
dari Amerika Serikat. Pemerintah AS melalui Departemen Perdagangan resmi
mencabut fasilitas izin khusus yang selama ini dimanfaatkan oleh dua raksasa
teknologi asal Korea Selatan, yakni Samsung Electronics dan SK Hynix, dalam
mengoperasikan pabrik chip mereka di China. Langkah ini bukan hanya sekadar
urusan administratif, melainkan sinyal kuat dari Washington mengenai sikap
tegasnya dalam membatasi aliran teknologi canggih ke Negeri Tirai Bambu.
Kebijakan tersebut akan berlaku penuh dalam kurun waktu
sekitar 120 hari ke depan. Artinya, kedua perusahaan masih memiliki sedikit
ruang waktu untuk melakukan penyesuaian sebelum aturan baru benar-benar
mengikat. Namun, dampaknya sudah terasa lebih cepat dari yang diduga, baik pada
pasar saham maupun peta persaingan industri chip dunia.
Latar Belakang, Izin Khusus yang Kini Dicabut
Sejak tahun 2022, Samsung dan SK Hynix mendapatkan status
istimewa bernama Validated End User (VEU). Status ini memberikan keuntungan
signifikan, mereka bisa mengimpor peralatan manufaktur semikonduktor asal AS
untuk pabrik mereka di China tanpa harus mengurus izin berulang kali. Dengan
kata lain, proses birokrasi dipangkas sehingga kegiatan operasional dapat
berjalan lebih efisien.
Namun, kini status tersebut resmi dicabut. Pemerintah AS
menilai pemberian akses yang terlalu longgar dapat membuka celah transfer
teknologi ke pihak yang berpotensi digunakan untuk memperkuat kapasitas
manufaktur China dalam industri chip. Padahal, Washington selama ini berupaya
menahan laju perkembangan teknologi semikonduktor canggih di China dengan
alasan keamanan nasional dan persaingan strategis.
Dampak Langsung, Pasar Saham Terguncang
Tak butuh waktu lama bagi pasar untuk merespons kebijakan ini.
Saham Samsung Electronics langsung terkoreksi lebih dari 2%, sementara SK Hynix
merosot hingga mendekati 5%. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor
bahwa prospek bisnis kedua perusahaan di China yang merupakan salah satu pasar
terbesar sekaligus lokasi penting pabrik mereka akan semakin sulit.
Lebih jauh, kebijakan ini bisa memengaruhi kemampuan Samsung
dan SK Hynix dalam memperbarui atau memperluas lini produksinya di China.
Walaupun operasi pabrik yang sudah ada masih bisa berjalan, pemerintah AS
menegaskan bahwa permohonan untuk ekspansi atau peningkatan kapasitas tidak
akan disetujui. Dengan demikian, kedua raksasa chip asal Korea Selatan tersebut
dipaksa bermain dalam lingkup terbatas tanpa peluang untuk berkembang lebih
jauh di wilayah tersebut.
Micron dan Pesaing Lain Berpotensi Diuntungkan
Di balik kerugian Samsung dan SK Hynix, ada pihak lain yang
bisa saja menuai keuntungan. Salah satunya adalah Micron Technology, produsen
chip asal Amerika Serikat. Dengan berkurangnya fleksibilitas dua pesaing
besarnya di China, Micron berpeluang merebut pangsa pasar, khususnya pada
segmen DRAM dan NAND flash memory.
Selain Micron, beberapa analis juga menilai bahwa kebijakan
ini bisa membuka ruang bagi produsen chip lokal China, seperti YMTC (Yangtze
Memory Technologies Co.), untuk semakin agresif mengisi kebutuhan domestik.
Walaupun perusahaan China masih tertinggal dalam hal teknologi paling mutakhir,
situasi ini bisa mendorong pemerintah Beijing untuk semakin mempercepat program
swasembada chip.
Mengapa AS Bertindak Seperti Ini?
Langkah pencabutan izin khusus ini tidak bisa dilepaskan
dari dinamika geopolitik. Amerika Serikat dan China sedang bersaing ketat dalam
penguasaan teknologi strategis, terutama semikonduktor. Chip bukan sekadar
komponen elektronik biasa, melainkan "otak" yang menggerakkan hampir
semua perangkat modern, mulai dari smartphone, server pusat data, hingga sistem
pertahanan militer.
Dengan mengontrol akses terhadap peralatan manufaktur chip canggih, AS berupaya membatasi kemampuan China dalam memproduksi chip berteknologi tinggi. Sebab, meskipun China memiliki pabrik besar, sebagian besar peralatan mutakhir tetap bergantung pada teknologi dari AS, Jepang, dan Belanda. Tanpa akses ke alat tersebut, perkembangan industri semikonduktor China bisa tertahan.
Posisi Sulit Korea Selatan
Bagi Korea Selatan, kebijakan ini menempatkan mereka pada
posisi yang serba sulit. Di satu sisi, Samsung dan SK Hynix sangat bergantung
pada fasilitas produksi di China karena porsi besar dari chip memori dunia
diproduksi di sana. Di sisi lain, Korea Selatan adalah sekutu dekat Amerika
Serikat dan tidak bisa begitu saja menentang kebijakan Washington.
Pemerintah Korea Selatan kemungkinan besar akan mencari
jalan diplomasi untuk meminimalkan dampak kebijakan ini. Namun, ruang geraknya
terbatas mengingat isu ini sudah menyangkut strategi keamanan nasional AS.
Situasi ini juga bisa memaksa perusahaan Korea untuk mengevaluasi kembali
rencana jangka panjang mereka terkait investasi di China.
Implikasi Jangka Panjang bagi Industri Chip Global
Jika ditarik ke level global, keputusan AS mencabut izin
khusus ini bisa mempercepat fragmentasi rantai pasok semikonduktor dunia.
Produsen chip asal Korea Selatan mungkin akan mengurangi investasi di China dan
memperkuat fasilitas di negara lain, termasuk di dalam negeri atau kawasan Asia
Tenggara. Sementara itu, China kemungkinan besar akan menggandakan upayanya
untuk memperkuat industri semikonduktor domestik dengan dukungan besar dari
pemerintah.
Kondisi ini menciptakan lanskap baru, dunia bisa terbelah
menjadi dua blok teknologi, yakni ekosistem yang dipimpin AS dan sekutunya,
serta ekosistem yang dipacu oleh China. Persaingan ini bukan hanya soal bisnis,
melainkan juga tentang penguasaan teknologi masa depan.
Penutup
Pencabutan izin impor peralatan chip untuk Samsung dan SK
Hynix di China adalah lebih dari sekadar kebijakan dagang. Keputusan ini
mencerminkan ketegangan geopolitik yang semakin tajam antara AS dan China,
sekaligus menempatkan Korea Selatan pada dilema strategis. Dalam jangka pendek,
saham kedua perusahaan tertekan dan ruang gerak operasional mereka di China
menjadi terbatas. Namun dalam jangka panjang, dampaknya bisa jauh lebih besar,
yakni perubahan signifikan dalam rantai pasok global semikonduktor.
Industri chip, yang selama ini menjadi simbol globalisasi
dan keterhubungan ekonomi lintas negara, kini menghadapi realitas baru politik
dan keamanan semakin menentukan arah masa depannya. Apa yang terjadi pada
Samsung dan SK Hynix mungkin hanyalah satu bab dari cerita panjang perebutan
dominasi teknologi dunia.