Sudutpandang. Ketika akses terhadap teknologi canggih dibatasi, sebagian
menyerah tetapi tidak dengan China. Di tengah tekanan politik dan embargo
teknologi dari Amerika Serikat, Negeri Tirai Bambu justru menorehkan prestasi
mencengangkan di bidang semikonduktor: berhasil memproduksi chip berukuran 5
nanometer, meskipun tak memiliki akses ke alat produksi tercanggih di dunia.
Tanpa Mesin EUV? Tak Masalah
Produksi chip kelas atas saat ini hampir selalu bergantung
pada mesin litografi EUV (Extreme Ultraviolet) buatan perusahaan Belanda, ASML.
Sayangnya bagi China, mesin mutakhir ini masuk dalam daftar teknologi yang
dibatasi ekspornya akibat sanksi dari Amerika Serikat.
Namun, bukannya berhenti di tengah jalan, perusahaan semikonduktor terbesar di China, SMIC (Semiconductor Manufacturing International Corporation), menemukan celah untuk terus melaju. Mereka mengandalkan teknologi lama bernama DUV (Deep Ultraviolet) yang secara umum dianggap sudah tertinggal untuk ukuran chip modern seperti 5nm.
Teknologi Lama, Strategi Baru
DUV sejatinya hanya dirancang untuk memproduksi chip di atas
14nm. Tapi dengan kombinasi rekayasa teknik, proses multi-patterning, dan
optimasi desain, para insinyur di SMIC berhasil mengubah batas menjadi peluang.
Hasilnya chip 5nm berhasil diproduksi meski dengan jalur yang tidak lazim.
Memang, metode ini bukan tanpa konsekuensi. Biaya produksi
kemungkinan membengkak, efisiensi sedikit terkorbankan, dan prosesnya jauh
lebih kompleks dibandingkan jika memakai mesin EUV. Namun, secara strategis,
langkah ini adalah pernyataan tegas bahwa China tak bergantung sepenuhnya pada
Barat untuk memajukan industri semikonduktornya.
Saat Teknologi dan Geopolitik Bertabrakan
Keberhasilan ini tidak bisa dilepaskan dari konteks yang
lebih luas: persaingan teknologi global yang semakin panas. Amerika Serikat
selama ini berusaha mengerem laju pertumbuhan teknologi China dengan berbagai
bentuk larangan ekspor dan pembatasan kerja sama teknologi strategis.
Namun, justru dari tekanan inilah lahir lompatan. Dengan memaksimalkan sumber daya dalam negeri, China tak hanya membuktikan kemampuan teknisnya, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka siap membangun kedaulatan teknologi dalam jangka panjang.
Menuju Kemandirian Teknologi
Apa yang dicapai China hari ini mungkin belum sempurna dari
sisi komersial tapi sebagai pijakan menuju masa depan, ini adalah langkah
besar. Dunia kini menyaksikan bahwa meski jalurnya tidak mulus, China tetap
mampu berinovasi di tengah keterbatasan.
Dalam peta industri chip global, pencapaian ini memberi sinyal
bahwa pemain lama tidak bisa lagi merasa nyaman. Teknologi kini tak hanya soal
siapa punya alat tercanggih, tetapi siapa yang bisa beradaptasi dan berpikir di
luar pakem.
Jika Pintu Ditutup, China Buka Jalan Sendiri
Ketika satu pintu ditutup, China tidak sekadar mengetuk, mereka
membangun pintu baru dengan cara mereka sendiri. Produksi chip 5nm tanpa
teknologi EUV adalah bukti bahwa inovasi bisa tumbuh dari batasan, dan strategi
bisa mengalahkan ketergantungan.
Ke depan, langkah-langkah seperti ini bisa jadi akan menjadi
pola baru dalam peta industri global. Siapa tahu, dalam beberapa tahun ke
depan, “terpaksa mandiri” bisa berubah menjadi keunggulan kompetitif terbesar
China.

