Sudutpandang. Hubungan antara Donald Trump dan Elon Musk, yang dulunya
terlihat seperti duet strategis antara kekuasaan dan teknologi, kini berubah
menjadi pertarungan terbuka. Apa yang memicu perpecahan ini? Dan bagaimana
dampaknya terhadap lanskap politik dan ekonomi Amerika Serikat?
Awal Mula Kedekatan Kolaborasi Politik dan Bisnis
Pada Januari 2025, Elon Musk resmi bergabung dalam lingkaran
pemerintahan Donald Trump sebagai Wakil Kepala Department of Government
Efficiency (DOGE). Penunjukan ini diyakini sebagai bentuk penghargaan atas
dukungan Musk selama kampanye presiden.
Keduanya tampak akur dan saling melengkapi Trump dengan
kekuatan politik populisnya, Musk dengan pengaruhnya sebagai tokoh teknologi
global. Ini seolah menunjukkan aliansi antara sektor swasta dan pemerintahan
yang bisa menghasilkan perubahan besar.
Pecahnya Hubungan RUU yang Mengundang Kemarahan
Retakan mulai muncul ketika Trump mengumumkan rancangan
undang-undang ambisius berjudul One Big Beautiful Bill pada awal Juni. RUU
tersebut diklaim bisa memangkas pengeluaran negara hingga US$1,6 triliun.
Alih-alih memberikan dukungan, Musk mengecam habis-habisan
isi RUU tersebut. Ia menyebutnya "menjijikkan" dan mengubah namanya
menjadi Slim Ugly Bill sebuah sindiran tajam. Ia juga menyebut para pendukung
RUU itu sebagai “tak tahu malu”, memperlihatkan ketidaksenangannya secara
terbuka.
Serangan Balik Trump Ancaman dan Sindiran
Trump, yang tidak dikenal sebagai sosok yang menerima kritik
dengan santai, membalas serangan Musk dengan tudingan bahwa CEO Tesla itu
“gila”. Ia bahkan menyiratkan kemungkinan penghentian subsidi pemerintah
terhadap perusahaan-perusahaan milik Musk seperti Tesla dan SpaceX.
Pernyataan itu tidak hanya memperkeruh suasana, tapi juga
berdampak langsung terhadap pasar saham. Dalam waktu tiga hari, saham Tesla
turun signifikan dari US$342 menjadi US$295.
Dampak Ekonomi dan Simbolik Bukan Sekadar Perselisihan
Pribadi
Konflik ini menjadi tontonan publik yang tidak hanya
melibatkan dua figur besar, tapi juga memicu ketidakstabilan di pasar. Bahkan
beredar kabar bahwa Trump akan menjual mobil Tesla miliknya sebagai bentuk
simbolik dari kekecewaannya terhadap Musk.
Apa yang awalnya tampak sebagai persahabatan berbasis
kepentingan kini berubah menjadi kompetisi ideologis dan ekonomi. Dan publik
menjadi saksi atas pertarungan dua kekuatan besar satu dari dunia politik,
satu dari ranah teknologi.
Ketika Kepentingan Tak Lagi Sejalan
Hubungan antara Trump dan Musk adalah potret klasik dari
kolaborasi yang dibangun atas dasar strategi dan kekuasaan. Namun ketika arah
tujuan mulai berseberangan, konflik menjadi tak terhindarkan.
Kini, mereka bukan lagi sekutu. Mereka berdiri sebagai rival
diruang public mewakili dua sisi yang berbeda dari Amerika satu yang mencari
kontrol, satu yang mendorong disrupsi. Dan siapa yang akhirnya akan lebih
didengar publik, masih menjadi pertanyaan terbuka.